Teknologi  pembelajaran dapat dilihat sebagai bidang yang mempunyai perhatian  khusus terhadap aplikasi, meskipun prinsip dan prosedurnya berdasar pada  teori. Kawasan bidang ini telah melalui pergulatan antara pengaruh  nilai, penelitian,dan pengalaman praktisi, khususnya pengalaman dengan  teknologi yang digunakan dalam pembelajaran. 

Bidang ini kemudian berkembang tidak hanya berupa pengetahuan teoritik tetapi juga pengetahuan praktis.
Setiap  kawasan dibentuk oleh : (1) landasan penelitian dan teori; (2) nilai  dan perspektif yang berlaku; (3) kemampuan teknologi itu sendiri.
1. Pengaruh Teori dan Penelitian
Teknologi  Pembelajaran telah dipengaruhi oleh teori dari berbagai bidang kajian.  Akar teori ini dapat ditemui dalam berbagai disiplin, termasuk :  psikologi, rekayasa, komunikasi, ilmu komputer, bisnis, dan pendidikan  secara umum.
Secara singkat, pengaruh teori dan penelitian terhadap masing-masing kawasan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Desain
Teori  sistem umum diterapkan melalui aplikasi model-model perancangan sistem  pembelajaran, terutama dengan didukung logika deduktif, penilaian  praktek dan pengalaman yang sukses. Hasil-hasil penelitian yang ada  tentang desain sistematik dapat mendukung terhadap komponen-komponen  proses perancangan.
Penelitian  dan teori psikologi yang berkembang pun telah memberikan kontribusi  terhadap perancangan, baik yang dikembangkan oleh kelompok aliran  psikologi behaviorisme, maupun kognitivisme dan konstruktivisme. Selain  itu, sumbangsih teori dan penelitian psikologi tentang motivasi juga  berpengaruh terhadap proses perancangan.
Teori  dan penelitian tentang Belajar-Mengajar memiliki pengaruh terhadap  desain, baik dalam penentuan tugas-tugas belajar, penentuan tujuan  pembelajaran, pemilihan metode dan media pembelajaran, penentuan materi  pembelajaran dan sebagainya.
Teori  komunikasi dan penelitian tentang pesepsi-atensi telah memberikan  pengaruh terhadap proses perancangan, seperti dalam tata letak, halaman,  desain layar, desain grafis visual. Studi yang dilakukan Flemming  (1987) menyimpulkan tentang karakteristik-karakteristik persepsi yang  relevan untuk perancangan, meliputi : pengorganisasian, perbandingan dan  kontras, warna kemiripan, nilai dan informasi yang disajikan.
b. Pengembangan
Proses  pengembangan bergantung pada prosedur desain, akan tetapi  prinsip-prinsip utamanya diturunkan dari hakekat komunikasi dan proses  belajar. Pada kawasan pengembangan tidak hanya dipengaruhi oleh teori  komunikasi semata, tetapi juga oleh teori pemrosesan visual-audial,  berfikir visual, dan estetika.
Teori  Shannon dan Weaver (1949) tentang proses penyampaian pesan dari  pengirim kepada penerima dengan menggunakan sarana sensorik. Berikutnya,  pemikiran Belo tentang Model SMCR (Sender, Massage, Channel, Receiver), dan beberapa teori lainnya dalam bidang komunikasi secara umum telah menjadi landasan dalam proses pengembangan.
Proses  pengembangan juga telah dipengaruhi oleh teori berfikir visual, belajar  visual dan komunikasi visual. Teori berfikir visual sangat berguna  terutama dalam mencari ide untuk perlakuan berfikir visual. Menurut  Seels (1993) bahwa berfikir visual merupakan manipulasi bayangan mental  dan asosiasi sensor dan emosi. Arnhem (1972) menjelaskan berfikir visual  sebagai fikiran kiasan dan di bawah sadar. Berfikir visual menuntut  kemampuan mengorganisasi bayangan sekitar unsur-unsur garis, bentuk,  warna, tekstur, atau komposisi..
Sementara  itu, prinsip-prinsip estetika juga menjadi landasan dalam proses  pengembangan. Molenda dan Russel (1993) mengidentifikasi unsur kunci  seni yang digunakan dalam perancangan visual, yaitu : pengaturan,  keseimbangan dan kesatuan.
Teori  dan penelitian dalam bidang komputer yang dikombinasikan dengan  teori-teori lainnya, khususnya dengan teori pembelajaran telah  memungkinkan lahirnya berbagai bentuk pembelajaran, seperti pembelajaran  jarak jauh yang di dalamnya memerlukan prinsip-prinsip komunikasi umum,  prinsip-prinsip desain grafis, prinsip-prinsip belajar interaktif dan  teknologi elektronik yang canggih.
c. Pemanfaatan
Pada  mulanya gagasan tentang pemanfaatan media lebih berkonotasi pada  aspek-aspek penggunaan, sehingga teori dan penelitian lebih dipusatkan  pada hal-hal yang berkenaan dengan pemanfaatan media, terutama mengkaji  tentang masalah-masalah seputar penggunaan media secara optimal,  kemudian berkembang dengan mencakup pada upaya difusi, karena bagaimana  pun disadari bahwa pemanfaatan teknologi sangat bergantung pada proses  difusi. Rogers (1962) mengeksplorasi tentang gejala difusi inovasi.  Menurut Rogers, terdapat empat elemen utama yang beroperasi dalam proses  difusi, yaitu : (1) bentuk atau karakter inovasi itu sendiri, (2)  saluran komunikasi yang ada, (3) waktu, dan (4) sistem sosial yang  berlaku. Studi Havelock (1971) tentang model pengembangan dan penyebaran  dan interaksi sosial, lebih menekankan pada usaha-usaha menghubungkan  para pemakai dengan sumber pengetahuan baru. Studi Lazarfield (1944)  mengungkapkan tentang informasi yang sampai kepada para tokoh yang  berpengaruh (opnion leaders), yang pada awalnya berupa transfer informasi sederhana, kemudian informasi itu diteruskan kepada para pengikutnya.
Dari  berbagai pengalaman kegagalan inovasi teknologi pada skala besar, telah  mendorong perlunya perencanaan dan perubahan keorganisasian,  administratif dan individu (Cuban, 1986). Sekarang ini muncul  perkembangan pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara organisasi  beradaptasi dengan tantangan masyarakat modern, dengan segala sistem  pemasaran yang baru, teknologi baru dan tuntutan perubahan yang terus  menerus, sehingga pada akhirnya menggiring pemanfaatan sebagai  implementasi dan institusionalisasi.
d. Pengelolaan
Persoalan-persoalan  pengelolaan dalam bidang Teknologi Pembelajaran muncul akibat pengaruh  aliran perilaku dan berfikir sistematik behaviorisme serta aspek  humanisme dalam komunikasi, motivasi, dan produktivitas. Metodologi dan  teori pengelolaan telah banyak diaplikasikan pada berbagai bidang  pengelolaan sumber dan proyek, termasuk pengelolaan perubahan. Sebagian  besar prinsip-prinsip pengelolaan berasal dari manajemen/administrasi  bisnis, seperti dalam pengelolaan proyek, pengelolaan sumber dan  efektivitas pembiayaan.
Pengelolaan  proyek sebagai suatu konsep, pada awalnya diperkenalkan sebagai “cara  yang efisien dan efektif dalam menghimpun suatu tim, dimana pengetahuan  dan keahlian anggotanya sesuai dengan siatuasi unik dan tuntutan teknis  jangka pendek yang ditentukan oleh pemberi kerja”(Rothwell dan Kazanas,  1992).
Pengelolaan  sumber telah lama menjadi masalah utama bagi guru dan petugas  perpustakaan media karena keduanya diharapkan sebagai manajer sumber  belajar. Sekarang ini konsep sumber lebih mengacu pada pengertian sumber  belajar yang lebih luas dan bukan sekedar diartikan sebagai sarana  audio-visual, melainkan mencakup pula barang cetak, lingkungan dan nara  sumber (Eraut, 1989)
Akhir-akhir  ini mulai tumbuh perhatian mengenai efektivitas pembiayaan, sehingga  kerangka teori ekonomi pun mulai digunakan dalam teknologi pembelajaran,  seperti penggunaan teori ekonomi pengelolaan sumber yang dikembangkan  oleh Henderson dan Quandt (1980).
Kelanjutan  dari pengelolaan sumber ini adalan pengelolaan sistem penyampaian, yang  berkaitan dengan sarana, seperti perangkat lunak dan keras, dukungan  teknis untuk operator dan pemakai, serta karakteristik lain tentang  pengoperasian sistem teknologi. Ini merupakan era baru praktek  mendahului analisis teoritik tentang model.
Komponen  terakhir dari masalah pengelolaan adalah pengelolaan informasi. Teori  informasi melahirkan suatu landasan yang dapat digunakan untuk memahami  dan memprogram komputer. Hal ini berhubungan dengan perancangan dan  penggunaan jaringan komputer untuk tranmisi, penerimaan dan penyimpanan  informasi. Penerapan teori informasi ini jangkauannya semakin luas,  dengan mencakup berbagai bidang kehidupan.
e. Penilaian
Analisis,  asesmen dan penilaian memainkan peranan penting dalam proses desain  pembelajaran dan teknologi pembelajaran. Pada awalnya, penilaian sering  dihubungkan dengan orientasi behavioristik. Tumbuhnya desain  pembelajaran yang beorientasi pada tujuan (tercapainya perubahan  perilaku), sehingga memunculkan pengujian dengan menggunakan acuan  patokan. Hal ini terjadi pula dalam analisis kebutuhan atau analisis  masalah.
Dengan  masuknya pandangan kognitivisme dan konstruktivisme dalam desain  pembelajaran, telah membawa implikasi terhadap proses analisis kebutuhan  dengan cakupan yang lebih luas, yang tidak hanya berfokus pada isi  semata, tetapi juga memberikan perhatian pada analisis pembelajar,  analisis organisasi dan analisis lingkungan (Richey, 1992; Tessmer dan  Harris, 1992). Penilaian dengan paradigma kognitif lebih banyak  diorientasikan untuk kepentingan fungsi diagnostik.
2. Nilai dan Perspektif Alternatif
Pada  umumya nilai-nilai yang ada akan berfungsi sebagai landasan berfikir  dan berbuat. Nilai-nilai ini mungkin berasal dari pelatihan dan  pengalaman kerja yang sama, pembudayaan dari teori-teori atau  karakteristik pribadi orang yang tertarik terhadap Teknologi  Pembelajaran . Secara khusus, nilai-nilai yang mempengaruhi terhadap  perkembangan Teknologi Pembelajaran, yaitu : (a) replikabilitas  pembelajaran; (b) individualisasi; (c) efisiensi; (d) penggeneralisasian  proses isi lintas; (e) perencanaan terinci; (f) analisis dan  spesifikasi; (g) kekuatan visual; (h) pemanfaatan pembelajaran bermedia.
Konsep  paradigma alternatif dalam menemukan pengetahuan baru-baru ini telah  menjadi fokus utama dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam perpektif  ilmiah, paradigma alternatif ini memiliki kecenderungan untuk menerima  metodologi penelitian kualitatif, penelitian fenomenologis dan gerakan  ke arah psikologi kontruktivis. Teknologi pembelajaran juga merasakan  pengaruh ini, sebagai contoh Striebel (1991) mengemukakan pendapatnya  bahwa komputer bukanlah hanya sekedar bentuk sistem penyampaian, tetapi  sebagai suatu lingkungan yang memiliki nilai-nilai tertentu dengan  segala kecenderungannya. Bowers (1988) juga memberikan suatu tantangan  yang meragukan bahwa teknologi betul-betul bersifat netral dan dapat  dibentuk untuk memenuhi segala tujuan yang diinginkan.
Gerakan  psikologi konstruktivisme telah mempengaruhi terhadap Teknologi  Pembelajaran. Menurut pandangan konstruktivisme bahwa disamping adanya  relaitas fisik, namun pengetahuan kita tentang realitas dibangun dari  hasil penafsiran pengalaman. Makna atas sesuatu tidak akan terlepas dari  orang yang memahaminya. Belajar merupakan suatu rangkaian proses  interpretasi berdasarkan pengalaman yang telah ada, interpretasi  tersebut kemudian dicocokan pengalaman-pengalaman baru.
Konstruktivisme  cenderung mempersoalkan perancangan lingkungan belajar daripada  pentahapan kegiatan pembelajaran. Lingkungan belajar ini merupakan  konsteks yang kaya, baik berupa landasan pengetahuan, masalah yang  otentik, dan perangkat otentik yang digunakan untuk memecahkan masalah.  Nampaknya, ada semacam keengganan terhadap adanya perumusan pengetahuan  secara rinci yang harus dikuasai, dan kengganan terhadap simplikasi atau  regulasi isi, karena semua proses itu akan meniadakan arti penting  konteks yang kaya yang memungkinkan terjadinya transfer.
Perspektif  alternatif lain yang mempengaruhi teknologi pembelajaran adalah dari  kelompok yang memandang penting atas keunggulan belajar situasional (situated learning).  Belajar situasional terjadi bilamana siswa mengerjakan “tugas otentik”  dan berlangsung di latar dunia nyata. Belajar semacam ini tidak akan  terjadi bilamana pengetahuan dan keterampilan tidak diajarkan secara  kontekstual”. Bila orang menekankan pada belajar situasional, maka  logika kelanjutannya adalah memahami belajar sebagai suatu proses yang  aktif, berkesinambungan dan dinilai lebih pada aplikasi daripada sekedar  perolehan.
Gerakan  teknologi kinerja yang lebih berbasis terapan (Geis, 1986) juga  mengajukan perspektif alternatif lain dalam Teknologi Pembelajaran. Para  teknololog kinerja cenderung mengidentifikasi kebutuhan bisnis dan  tujuan organisasinya daripada tujuan belajar. Teknologi kinerja sebagai  suatu pendekatan pemecahan masalah adalah suatu produk dari berbagai  pengaruh teori seperti cybernetic, ilmu menajemen, dan ilmu kognitif (Geis, 1986).
Para  teknolog kinerja tidak selalu merancang intervensi pembelajaran sebagai  suatu solusi dalam memecahkan masalah. Teknolog kinerja akan cenderung  memperhatikan peningkatan insentif, desain pekerjaan, pemilihan  personil, umpan balik atau alokasi sumber sebagai intervensi.
Filsafat  alternatif pun turut mewarnai terhadap perkembangan teknologi  pembelajaran. Filsafat alternatif ini berkembang dari kelompok  post-modernis (pasca-modern), yang telah melakukan analisis kritis  terhadap berbagai landasan keyakinan tradisional dan nilai-nilai dalam  bidang Teknologi Pembelajaran. Dalam perspektif post-modern, bahwa  teknologi pembelajaran sebagai suatu kiat sekaligus sebagai ilmu. Hlynka  (1991) menjelaskan bahwa post-modern adalah suatu cara berfikir yang  menjunjung prinsip keanekaragaman, temporal dan kompleks, dari pada  bersifat universal, stabil dan sederhana.
Banyak  implikasi filsafat post-modern untuk praktek dan teori desain sekarang  ini, terutama tentang orientasi pemikiran yang menggunakan paradigma  desain baru, dan tidak bersandarkan pada model desain yang sistematis.  Filsafat post-modern lebih menyenangi pada hal-hal yang bersifat terbuka  dan fleksibel, dari pada hal-hal yang tertutup, terstruktur dan kaku  (Hlynka, 1991)
3. Pengaruh Teknologi
Kekuatan  teknologi pembelajaran memang terletak pada teknologi itu sendiri.  Kemajuan dalam teknologi akan banyak merubah hakekat praktek dalam  bidang teknologi pembelajaran. Teknologi telah memberikan prospek  munculnya stimulus yang realistik, memberikan akses terhadap sejumlah  besar informasi dalam waktu yang cepat, menghubungkan informasi dan  media dengan cepat, dan dapat menghilangkan jarak antara pengajar dan  pembelajar (Hannfin, 1992). Perancang yang terampil dan kreatif dapat  menghasilkan produk pembelajaran yang dapat memberikan keunggulan dalam :  (a) mengintegrasikan media; (b) menyelenggarakan pengemdalian atas  pembelajar yang jumlahnya hampir tidak terbatas, dan bahkan (c)  mendesain kembali untuk kemudian disesuaikan kebutuhan, latar belakang  dan lingkungan kerja setiap individu.
Teknologi,  disamping mampu menyediakan berbagai kemungkinan tersedianya media  pembelajaran yang lebih bervariasi, juga dapat mempengaruhi praktek di  lapangan dengan digunakannya sarana berbasis komputer untuk menunjang  tugas perancangan.
Sumber:
Barbara B. Seels dan Rita C. Richey.1995. Teknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya, (terjemahan Dewi S. Prawiradilaga, dkk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar